Advertisement
Pengembangan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB); Integrasi Sister School dan Sister Village
Jumat, 09 Mei 2025 12:55 WIB
Pengembangan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB); Integrasi Sister School dan Sister Village
Dokumentasi kegiatan pelatihan SPAB - source: Dok. Pribadi

Salah satu kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Bagi Dosen, Universitas Negeri Semarang mengangkat tema pendidikan keselamatan khususnya mitigasi bencana terintegrasi di kawasan bencana erupsi Merapi. Kegiatan pengabdian ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, dimana salah satunya adalah kegiatan pelatihan Pengembangan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dengan mengintegrasikan pelaksanaan Sister School (sekolah bersaudara) dengan Sister Village (desa bersaudara). Pelatihan ini dilakukan dengan target sasaran perwakilan guru PAUD, TK dan SD di Desa Pucungrejo dan Desa Sumber Kabupaten Magelang, pada hari Kamis, 8 Mei 2025. Tim Pengabdian ini terdiri dari Dr. Evi Widowati, S.KM., M.Kes sebagai ketua pelaksana dengan anggota pelaksana dr. Anik Setyo Wahyuningsih, M.Kes. dan Lutfi Muzaqi, S.K.M., M.K.K.K.

Tema ini diangkat sebagai tema kegiatan pengabdian dosen karena tim pengabdi berpendapat bahwa pengembangan Desa Tangguh Bencana idealnya harus terintegrasi dengan pengembangan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) karena sekolah adalah bagian penting dari komunitas desa dan memiliki peran strategis dalam pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran kegiatan ini antara lain sekolah secara geografis dan administratif berada dalam lingkup desa, sehingga upaya pengurangan risiko bencana tidak boleh terpisah antara keduanya. Menurut Evi, karena sekolah berada di dalam suatu desa maka potensi bencana yang ada di desa akan sekaligus menjadi potensi risiko bahaya juga untuk sekolah. Dasar pemikiran lainnya yaitu karena peserta didik/siswa, guru, dan tenaga kependidikan umumnya merupakan penduduk desa, sehingga keselamatan mereka menjadi bagian dari tanggung jawab desa; disisi lain siswa adalah anak yang mana termasuk dalam kelompok rentan yang harus dilindungi. Selain itu sekolah dapat digunakan sebagai tempat evakuasi sementara, pusat informasi dan edukasi masyarakat sebelum, saat dan setelah terjadi bencana. Walaupun titik kumpul disekolah bagi warga sekolah seringkali bukan merupakan titik kumpul akhir, artinya terkadang masih membutuhkan tempat kumpul lanjutan yang ditentukan titiknya oleh pemerintah desa sebagai tempat aman untuk pengembalian ke keluarga atau keluarga di sister village nya. Hal ini pastinya masih membutuhkan pengaturan mekanisme lebih lanjut. Evi juga menambahkan bahwa sekolah dirasa juga mampu membentuk budaya sadar bencana sejak dini, melalui pendidikan kebencanaan di sekolah yang terintegrasi dengan sistem desa, anak-anak juga dapat berperan menjadi agen perubahan dalam membangun ketangguhan keluarga dan masyarakat, oleh karena itu anak sering dikenal sebagai komunikator yang efektif ditingkat akar rumput. Selain itu pelibatan sekolah dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) akan mendorong kolaborasi multi-sektor secara progresif melalui sinergi antara lembaga pendidikan dan pemerintahan desa yang ditandai dengan adanya integrasi dalam perencanaan, pelatihan dan simulasi antara desa dan sekolah sehingga membuat penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efisien.

Pelatihan disekolah dilakukan mulai pukul 09.00 – 11.30 Wib, kemudian pukul 13.00 Wib atau pada siang harinya kelompok pengabdi bersama mitra kegiatan pengabdian ini yaitu Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melanjutkan kegiatan pelatihan sesi 2 yaitu terkait integrasi Sister School (sekolah bersaudara) dan Sister Village (desa bersaudara) dengan peserta perwakilan dari pemerintah desa, LPBD, dan perwakilan remaja dari Desa Pucungrejo dan Desa Sumber. Hasil pengabdian ini menujukan respon positif dan antusiasme dari peserta baik dari sekolah maupun desa, serta menurut mereka hal ini dirasa dapat menjadi inovasi lanjutan yang positif dan aplikatif untuk dapat diterapkan. 

Tags:
UNNES
Share: