Salah
satu kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Bagi Dosen, Universitas Negeri
Semarang mengangkat tema pendidikan keselamatan khususnya mitigasi bencana
terintegrasi di kawasan bencana erupsi Merapi. Kegiatan pengabdian ini terdiri
dari beberapa rangkaian kegiatan, dimana salah satunya adalah kegiatan pelatihan
Pengembangan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dengan mengintegrasikan
pelaksanaan Sister School (sekolah bersaudara) dengan Sister Village (desa
bersaudara). Pelatihan ini dilakukan dengan target sasaran perwakilan guru
PAUD, TK dan SD di Desa Pucungrejo dan Desa Sumber Kabupaten Magelang, pada
hari Kamis, 8 Mei 2025. Tim Pengabdian ini terdiri dari Dr. Evi Widowati,
S.KM., M.Kes sebagai ketua pelaksana dengan anggota pelaksana dr. Anik Setyo
Wahyuningsih, M.Kes. dan Lutfi Muzaqi, S.K.M., M.K.K.K.
Tema ini diangkat sebagai tema kegiatan
pengabdian dosen karena tim pengabdi berpendapat bahwa pengembangan Desa
Tangguh Bencana idealnya harus terintegrasi dengan pengembangan Satuan
Pendidikan Aman Bencana (SPAB) karena sekolah adalah bagian penting dari
komunitas desa dan memiliki peran strategis dalam pengurangan risiko bencana
secara berkelanjutan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran kegiatan
ini antara lain sekolah secara geografis dan administratif berada dalam lingkup
desa, sehingga upaya pengurangan risiko bencana tidak boleh terpisah antara
keduanya. Menurut Evi, karena sekolah berada di dalam suatu desa maka potensi
bencana yang ada di desa akan sekaligus menjadi potensi risiko bahaya juga
untuk sekolah. Dasar pemikiran lainnya yaitu karena peserta didik/siswa, guru,
dan tenaga kependidikan umumnya merupakan penduduk desa, sehingga keselamatan
mereka menjadi bagian dari tanggung jawab desa; disisi lain siswa adalah anak yang
mana termasuk dalam kelompok rentan yang harus dilindungi. Selain itu sekolah
dapat digunakan sebagai tempat evakuasi sementara, pusat informasi dan edukasi
masyarakat sebelum, saat dan setelah terjadi bencana. Walaupun titik kumpul
disekolah bagi warga sekolah seringkali
bukan merupakan titik kumpul akhir, artinya terkadang masih membutuhkan tempat
kumpul lanjutan yang ditentukan titiknya oleh pemerintah desa sebagai tempat
aman untuk pengembalian ke keluarga atau keluarga di sister village nya.
Hal ini pastinya masih membutuhkan pengaturan mekanisme lebih lanjut. Evi juga
menambahkan bahwa sekolah dirasa juga mampu membentuk budaya sadar bencana
sejak dini, melalui pendidikan kebencanaan di sekolah yang terintegrasi dengan
sistem desa, anak-anak juga dapat berperan menjadi agen perubahan dalam
membangun ketangguhan keluarga dan masyarakat, oleh karena itu anak sering
dikenal sebagai komunikator yang efektif ditingkat akar rumput. Selain itu
pelibatan sekolah dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) akan mendorong kolaborasi
multi-sektor secara progresif melalui sinergi antara lembaga pendidikan dan
pemerintahan desa yang ditandai dengan adanya integrasi dalam perencanaan, pelatihan
dan simulasi antara desa dan sekolah sehingga membuat penggunaan sumber daya
akan menjadi lebih efisien.
Pelatihan disekolah dilakukan mulai pukul
09.00 – 11.30 Wib, kemudian pukul 13.00 Wib atau pada siang harinya kelompok
pengabdi bersama mitra kegiatan pengabdian ini yaitu Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) melanjutkan kegiatan pelatihan sesi 2 yaitu
terkait integrasi Sister School (sekolah bersaudara) dan Sister
Village (desa bersaudara) dengan peserta perwakilan dari pemerintah desa,
LPBD, dan perwakilan remaja dari Desa Pucungrejo dan Desa Sumber. Hasil
pengabdian ini menujukan respon positif dan antusiasme dari peserta baik dari
sekolah maupun desa, serta menurut mereka hal ini dirasa dapat menjadi inovasi
lanjutan yang positif dan aplikatif untuk dapat diterapkan.